Senin, 16 Desember 2019

AKADEMI JAKARTA 2019 UNTUK UMBU LANDU.

JAKARTA, KOMPAS — Sastrawan Umbu Landu Paranggi dan arsitek Gregorius Antar Awal atau Yori Antar mendapatkan penghargaan Akademi Jakarta 2019 atas pencapaian sepanjang hayat mereka. Ini adalah penghormatan atas jasa Umbu membina sastra Indonesia selama 50 tahun serta penghargaan atas kegigihan Yori melestarikan arsitektur Nusantara.


Pemberian Penghargaan Akademi Jakarta 2019 disampaikan Ketua Akademi Jakarta Taufik Abdullah kepada Yori Antar dan Umbu Landu Paranggi yang diwakili putranya, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Senin (16/12/2019) sore. Tim juri Penghargaan Akademi Jakarta 2019 terdiri dari Danton Sihombing, Jean Couteau, Maman S Mahayana, Sunaryo, dan Riris K Toha Sarumpaet sebagai ketua tim juri.

”Setelah berbagi pikiran dan usulan dalam perbincangan tatap muka ataupun virtual tentang nama maupun bidang yang perlu diperhatikan dan menyadari bahwa Penghargaan Akademi Jakarta adalah penghargaan untuk ’pencapaian sepanjang hayat’ di bidang humaniora, maka ada dua nama dari dua bidang berbeda yang kuat dan menonjol untuk diputuskan menerima Penghargaan Akademi Jakarta, yaitu penyair Umbu Landu Paranggi dan arsitek Gregorius Antar Awal atau Yori Antar,” kata Riris.

Di dunia sastra siapa tak kenal Umbu Landu Paranggi, penyair kelahiran Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Bakat sastranya luar biasa, bahkan sejak di bangku SMP, puisi-puisinya sudah terbit di media-media nasional, seperti Mimbar Indonesia, Gema Genta, Gelanggang, Basis, Horison, Pusara, dan Kompas.

Bakat sastranya luar biasa, bahkan sejak di bangku SMP, puisi-puisinya sudah terbit di media-media nasional.

Begitu lulus SMP di Sumba Barat, Umbu melanjutkan sekolah ke SMA BOPKRI 1 Yogyakarta, lalu ke Jurusan Sosiatri, Fisipol, JAKARTA, KOMPAS — Sastrawan Umbu Landu Paranggi serta arsitek Gregorius Antar Awal atau Yori Antar memperoleh penghargaan Akademi Jakarta 2019 atas perolehan selama hayat mereka. Ini ialah penghormatan atas layanan Umbu membina sastra Indonesia sepanjang 50 tahun dan penghargaan atas kegigihan Yori melestarikan arsitektur Nusantara. 

Pemberian Penghargaan Akademi Jakarta 2019 dikatakan Ketua Akademi Jakarta Taufik Abdullah pada Yori Antar serta Umbu Landu Paranggi yang diwakilkan putranya, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Senin (16/12/2019) sore. Team juri Penghargaan Akademi Jakarta 2019 terbagi dalam Danton Sihombing, Jean Couteau, Maman S Mahayana, Sunaryo, serta Riris K Toha Sarumpaet jadi ketua team juri. 

”Setelah share pemikiran serta saran dalam pembicaraan lihat muka atau virtual mengenai nama atau bagian yang butuh dilihat serta mengerti jika Penghargaan Akademi Jakarta ialah penghargaan untuk ’pencapaian selama hayat’ di bagian humaniora, karena itu ada dua nama dari dua bagian berlainan yang kuat serta mencolok untuk ditetapkan terima Penghargaan Akademi Jakarta, yakni penyair Umbu Landu Paranggi serta arsitek Gregorius Antar Awal atau Yori Antar,” kata Riris. 

Di dunia sastra siapa tidak mengenal Umbu Landu Paranggi, penyair kelahiran Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Talenta sastranya mengagumkan, serta semenjak di kursi SMP, puisi-puisinya telah keluar di media-media nasional, seperti Mimbar Indonesia, Gema Genta, Gelanggang, Basis, Horison, Pusara, serta Kompas. 

Talenta sastranya mengagumkan, serta semenjak di kursi SMP, puisi-puisinya telah keluar di media-media nasional. 

Demikian lulus SMP di Sumba Barat, Umbu meneruskan sekolah ke SMA BOPKRI 1 Yogyakarta, lalu ke Jurusan Sosiatri, Fisipol, Kampus Gadjah Mada serta Fakultas Hukum Kampus Janabadra. Sesudah lulus kuliah, dia selanjutnya kerja jadi redaktur mingguan Perintis Yogya sekaligus juga aktif menggerakkan komune Persatuan Sastrawan Muda (Persada). 

Umbu giat membuat beberapa animo sastra di selama emperan Jalan Malioboro sampai memperoleh julukan ”Presiden Malioboro”. Bersama dengan beberapa sastrawan, dia membangun Persada Studi Club (PSK) yang selanjutnya berkembang cepat jadi wadah animo, kreasi, serta persaingan beberapa sastrawan muda. 

Dari sinilah ada sastrawan serta penulis handal Yogyakarta, seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi Ag, Yudhistira Ardi Noegroho, Iman Budhi Santosa, Faisal Ismail, Teguh Ranu Sastro Asmoro, Jihad Hisyam, Slamet Kuntohaditomo, Slamet Riyadi Sabrawi, Slamet Supriyohadi, RPA Suryanto Sastroatmojo, Landung Simatupang, serta Korrie Layun Rampan. 

Tahun 1975, Umbu geser ke Bali serta kerja di Bali Post, kembali memperdalam kesetiaannya membina sastrawan-sastrawan muda yang bergabung di Sanggar Minum Kopi (SMK) Bali. Di rubrik puisi asuhannya, ”Ruang Sastra”, Umbu melahirkan pengarang-pengarang muda Bali, seperti Raudal Tanjung Banua, Oka Rusmini, Cok Sawitri, Warih Wisatsana, Putu Fajar Arcana, Putu Vivi lestari, Riki Dhamparan Putra, Wayan Sunarta, Eka Pranita Dewi, Ole, serta Sonia Picayanti. 

”Sastra media massa sekarang terancam punah dengan penurunan mencolok oplah media. Walau sebenarnya, sampai kini media bikin sudah jadi sandaran penting sastra Indonesia. Sosial media mustahil gantikan peranan itu sebab minimnya sisi tuntunan. Dengan memberi penghargaan pada Umbu, Akademi Jakarta memberi teguran jika keadaan sastra Indonesia ada dalam kondisi genting,” sebut Riris. 

Dengan memberi penghargaan pada Umbu, Akademi Jakarta memberi teguran jika keadaan sastra Indonesia ada dalam kondisi genting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar